Foto : Teuku Ikhlasul Mufti, S.H., mahasiswa Pascasarjana Prodi Kenotariatan Fakultas Hukum USK 2023.
Detikacehnews.id | Banda Aceh - Keputusan Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk menetapkan fatwa haram terhadap konsumsi barang Israel bukan hanya sekadar keputusan keagamaan, melainkan juga merupakan suara moral dan etika dalam mendukung perjuangan rakyat Palestina. Fatwa ini menjadi penanda bahwa solidaritas internasional bukan hanya ranah diplomatik dan politik, tetapi juga muncul sebagai isu etika dan hak asasi manusia yang mendesak.
Hal ini dikatakan oleh mahasiswa Pascasarjana Program Studi Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala (USK), Teuku Ikhlasul Mufti, S.H., saat ditemui awak media, Sabtu, (11/11/2023).
"Saya sangat mendukung penuh fatwa yang dikeluarkan oleh MUI terkait memboikot semua produk Israel dalam mendukung perjuangan rakyat Palestina," ucapnya.
Dengan menerbitkan fatwa ini, MUI bergabung dengan lembaga-lembaga keagamaan dan organisasi internasional lainnya yang telah mengambil langkah serupa. Ini menunjukkan bahwa isu konflik Israel-Palestina tidak hanya menjadi masalah politik tetapi juga mendapat perhatian moral dan etika internasional.
Dalam konteks ini, fatwa tersebut diartikan sebagai sikap tegas MUI terhadap pelanggaran hak asasi manusia yang terus berlangsung di Palestina. Keputusan ini mencerminkan kesadaran bahwa konflik Israel-Palestina tidak dapat diabaikan oleh masyarakat internasional dan setiap langkah kecil, termasuk haramnya konsumsi barang Israel, memiliki dampak moral yang besar.
Fatwa ini bukan hanya membatasi diri pada ranah agama, tetapi membuka wacana lebih luas tentang etika konsumsi dan tanggung jawab sosial. Keputusan ini memberikan tekanan moral pada masyarakat untuk mempertimbangkan dampak sosial dan kemanusiaan dari keputusan konsumsi mereka. Dengan demikian, fatwa ini memicu diskusi tentang keberlanjutan dan keadilan dalam konteks global.
Terkait dengan isu ini, banyak pihak mendukung langkah MUI sebagai langkah konkrit untuk mengambil sikap terhadap pelanggaran hak asasi manusia yang dianggap merugikan rakyat Palestina. Namun, tentu saja, ada pula yang menilai fatwa ini sebagai langkah yang dapat memicu kontroversi dan memiliki dampak ekonomi yang signifikan.
"Meskipun begitu, penting untuk diingat bahwa fatwa ini bukan hanya soal ekonomi, melainkan soal kemanusiaan dan moralitas. Ini menjadi panggilan kepada kita semua untuk berpikir lebih jauh tentang dampak keputusan konsumsi kita terhadap dunia di sekitar kita, dan bagaimana tindakan kecil seperti ini dapat menjadi bagian dari perubahan yang lebih besar menuju perdamaian dan keadilan global," ujarnya
Teuku Ikhlasul Mufti mengajak seluruh elemen masyarakat Aceh untuk dapat mengikuti fatwa MUI sebagai salah satu bentuk dukungan nyata kita terhadap penjajahan yang terjadi di Palestina.
"Kita harus mendukung penuh fatwa yang dikeluarkan oleh MUI sampai ke ranah internasional dan mendesak dunia melakukan hal yang sama dengan mengharamkan produk-produk yang dihasilkan oleh Israel supaya berdampak langsung terhadap inflansi yang dilakukan terhadap rakyat Palestina sehingga mengakibatkan berhentinya perekonomian untuk menuju perdamaian dan keadilan," tuturnya.
Detikacehnews.id | Banda Aceh - Keputusan Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk menetapkan fatwa haram terhadap konsumsi barang Israel bukan hanya sekadar keputusan keagamaan, melainkan juga merupakan suara moral dan etika dalam mendukung perjuangan rakyat Palestina. Fatwa ini menjadi penanda bahwa solidaritas internasional bukan hanya ranah diplomatik dan politik, tetapi juga muncul sebagai isu etika dan hak asasi manusia yang mendesak.
Hal ini dikatakan oleh mahasiswa Pascasarjana Program Studi Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala (USK), Teuku Ikhlasul Mufti, S.H., saat ditemui awak media, Sabtu, (11/11/2023).
"Saya sangat mendukung penuh fatwa yang dikeluarkan oleh MUI terkait memboikot semua produk Israel dalam mendukung perjuangan rakyat Palestina," ucapnya.
Dengan menerbitkan fatwa ini, MUI bergabung dengan lembaga-lembaga keagamaan dan organisasi internasional lainnya yang telah mengambil langkah serupa. Ini menunjukkan bahwa isu konflik Israel-Palestina tidak hanya menjadi masalah politik tetapi juga mendapat perhatian moral dan etika internasional.
Dalam konteks ini, fatwa tersebut diartikan sebagai sikap tegas MUI terhadap pelanggaran hak asasi manusia yang terus berlangsung di Palestina. Keputusan ini mencerminkan kesadaran bahwa konflik Israel-Palestina tidak dapat diabaikan oleh masyarakat internasional dan setiap langkah kecil, termasuk haramnya konsumsi barang Israel, memiliki dampak moral yang besar.
Fatwa ini bukan hanya membatasi diri pada ranah agama, tetapi membuka wacana lebih luas tentang etika konsumsi dan tanggung jawab sosial. Keputusan ini memberikan tekanan moral pada masyarakat untuk mempertimbangkan dampak sosial dan kemanusiaan dari keputusan konsumsi mereka. Dengan demikian, fatwa ini memicu diskusi tentang keberlanjutan dan keadilan dalam konteks global.
Terkait dengan isu ini, banyak pihak mendukung langkah MUI sebagai langkah konkrit untuk mengambil sikap terhadap pelanggaran hak asasi manusia yang dianggap merugikan rakyat Palestina. Namun, tentu saja, ada pula yang menilai fatwa ini sebagai langkah yang dapat memicu kontroversi dan memiliki dampak ekonomi yang signifikan.
"Meskipun begitu, penting untuk diingat bahwa fatwa ini bukan hanya soal ekonomi, melainkan soal kemanusiaan dan moralitas. Ini menjadi panggilan kepada kita semua untuk berpikir lebih jauh tentang dampak keputusan konsumsi kita terhadap dunia di sekitar kita, dan bagaimana tindakan kecil seperti ini dapat menjadi bagian dari perubahan yang lebih besar menuju perdamaian dan keadilan global," ujarnya
Teuku Ikhlasul Mufti mengajak seluruh elemen masyarakat Aceh untuk dapat mengikuti fatwa MUI sebagai salah satu bentuk dukungan nyata kita terhadap penjajahan yang terjadi di Palestina.
"Kita harus mendukung penuh fatwa yang dikeluarkan oleh MUI sampai ke ranah internasional dan mendesak dunia melakukan hal yang sama dengan mengharamkan produk-produk yang dihasilkan oleh Israel supaya berdampak langsung terhadap inflansi yang dilakukan terhadap rakyat Palestina sehingga mengakibatkan berhentinya perekonomian untuk menuju perdamaian dan keadilan," tuturnya.