Bustami Hamzah (kiri) Calon Gubernur Aceh dan Tusop (kanan) Calon Wakil Gubernur Aceh
Detikacehnews.id | Opini - tanah rencong yang kaya akan warisan budaya dan keislaman, selalu memiliki hubungan erat antara ulama dan umara. Kedua elemen ini telah menjadi pilar utama dalam sejarah panjang Aceh, membentuk struktur sosial dan politik yang khas. Namun, seiring berjalannya waktu, integrasi antara umara (pemimpin politik) dan ulama (pemimpin agama) sering kali menghadapi berbagai tantangan. Masyarakat Aceh yang religius kini kembali berharap adanya sinergi yang lebih kuat antara keduanya, terutama di tengah isu-isu sosial, ekonomi, dan politik yang semakin kompleks.
Dalam sejarah Aceh, hubungan antara umara dan ulama bukan sekedar hubungan fungsional, tetapi juga sebuah simbiosis yang harmonis. Sejak masa Kesultanan Aceh, para sultan selalu merujuk kepada ulama dalam pengambilan keputusan penting, baik yang berkaitan dengan hukum, sosial, maupun perang. Ulama bukan hanya berperan sebagai penasehat spiritual, tetapi juga sebagai pelaksana hukum syariah yang menjadi landasan pemerintahan Aceh. Hubungan ini menjadikan Aceh sebagai salah satu kerajaan Islam terkuat di Asia Tenggara pada masanya.
Namun, dinamika politik dan sosial yang terjadi pada era modern membawa perubahan dalam hubungan ini. Politisasi agama, perbedaan pandangan dalam mengelola pemerintahan, serta perubahan dalam struktur sosial dan budaya menyebabkan ketegangan antara umara dan ulama. Pada beberapa periode, ketidaksepakatan ini bahkan mempengaruhi stabilitas pemerintahan dan menimbulkan kegelisahan di kalangan masyarakat.
Mengintegrasikan peran umara dan ulama di Aceh saat ini bukanlah tugas yang mudah. Ada beberapa tantangan yang harus dihadapi untuk mewujudkan sinergi yang harmonis antara keduanya.
Pertama, tantangan politisasi agama yang semakin marak. Dalam kontestasi politik, agama sering kali digunakan sebagai alat untuk meraih dukungan, yang tidak jarang menimbulkan ketegangan antara umara dan ulama. Ini dapat memperlebar jurang perbedaan antara kepentingan politik dan nilai-nilai agama.
Kedua, perbedaan pandangan antara umara dan ulama dalam berbagai isu, seperti kebijakan publik, penegakan hukum syariah, dan pengelolaan sumber daya alam. Ulama, dengan komitmen mereka terhadap ajaran Islam, kadang memiliki perspektif yang berbeda dengan umara yang harus mempertimbangkan aspek pragmatis dalam pemerintahan.
Ketiga, kurangnya komunikasi yang efektif antara kedua pihak. Dalam beberapa kasus, ulama merasa diabaikan dalam proses pengambilan keputusan, sementara umara merasa ulama terlalu banyak campur tangan dalam urusan politik. Hal ini dapat memicu ketidakpercayaan dan menghambat kerjasama yang seharusnya produktif.
Namun, di balik tantangan ini, ada peluang besar untuk membangun kembali integrasi yang kuat antara umara dan ulama. Masyarakat Aceh, dengan akar keislaman yang kuat, merindukan kepemimpinan yang tidak hanya efektif secara administratif tetapi juga berlandaskan pada nilai-nilai agama. Integrasi yang sukses dapat membawa Aceh ke era baru yang lebih adil, sejahtera, dan berlandaskan pada prinsip-prinsip Islam.
Dalam beberapa bulan terakhir, nama Bustami Hamzah, Penjabat (Pj.) Gubernur Aceh, kerap disebut-sebut akan maju dalam Pilkada 2024. Yang menarik, Bustami dikabarkan akan berpasangan dengan Tusop, seorang ulama kharismatik yang dikenal tegas dalam berdakwah dan memiliki pengaruh luas di kalangan masyarakat Aceh. Kabar ini menimbulkan gelombang antusiasme, terutama di kalangan masyarakat yang merindukan hadirnya kepemimpinan yang bersih, adil, dan berlandaskan nilai-nilai agama.
Dalam sebuah video singkat yang sempat viral, Bustami mengungkapkan keputusannya untuk maju bersama Tusop. "Saya sudah mengambil keputusan, wakilnya Tusop. Insyaallah," ujar Bustami dalam video berdurasi enam detik itu. Pernyataan ini segera menjadi topik perbincangan, menimbulkan harapan besar bahwa kolaborasi antara Bustami dan Tusop bisa menjadi angin segar bagi Aceh.
Tusop, yang telah lama dikenal sebagai ulama yang lantang menyuarakan kebenaran dan berani melawan ketidakadilan, diyakini mampu membawa dimensi spiritual yang kuat ke dalam pemerintahan. Sementara itu, Bustami, dengan rekam jejaknya sebagai birokrat yang disiplin dan berpengalaman, dianggap mampu mengelola pemerintahan dengan efisien. Kolaborasi ini dipandang sebagai simbol perpaduan antara kekuatan politik dan moral, yang sangat diperlukan dalam menghadapi kompleksitas masalah di Aceh.
Harapan masyarakat Aceh terhadap pasangan Bustami Hamzah dan Tusop sangat besar. Mereka melihat integrasi umara dan ulama sebagai jalan keluar dari berbagai permasalahan yang dihadapi Aceh, mulai dari penegakan hukum syariah, pembangunan ekonomi yang berkeadilan, hingga penyelesaian konflik sosial.
Namun, untuk mewujudkan harapan ini, Bustami dan Tusop harus mampu mengatasi berbagai tantangan yang ada. Mereka harus membangun komunikasi yang efektif, mengedepankan dialog yang konstruktif, dan menjalin kerjasama yang erat dengan berbagai pihak, termasuk ulama dan tokoh masyarakat. Selain itu, mereka juga harus memastikan bahwa integrasi ini bukan sekedar simbol, tetapi benar-benar terwujud dalam kebijakan dan tindakan nyata yang berdampak positif bagi masyarakat Aceh.
Namun, untuk mewujudkan harapan ini, Bustami dan Tusop harus mampu mengatasi berbagai tantangan yang ada. Mereka harus membangun komunikasi yang efektif, mengedepankan dialog yang konstruktif, dan menjalin kerjasama yang erat dengan berbagai pihak, termasuk ulama dan tokoh masyarakat. Selain itu, mereka juga harus memastikan bahwa integrasi ini bukan sekedar simbol, tetapi benar-benar terwujud dalam kebijakan dan tindakan nyata yang berdampak positif bagi masyarakat Aceh.
Jika pasangan ini berhasil, maka Aceh akan memasuki era baru yang penuh dengan kedamaian, keadilan, dan kemakmuran, di mana umara dan ulama bekerja bersama untuk kepentingan rakyat. Harapan ini bukan hanya menjadi impian masyarakat Aceh, tetapi juga dapat menjadi inspirasi bagi daerah lain di Indonesia dalam mengelola pemerintahan yang berbasis pada nilai-nilai moral dan agama. Aceh, dengan sejarahnya yang kaya dan warisan Islam yang kuat, sekali lagi dapat menjadi teladan bagi bangsa ini.