Notification

×

Iklan

Iklan

Tag Terpopuler

Dilema Guru ASN di Era Absensi Online: "Ketika Telat 5 Menit Langsung Potong Gaji, Sedangkan Pulang Telat Sejam Tidak Dihitung Lembur"

Sabtu, 28 September 2024 | 19:57 WIB Last Updated 2024-09-28T12:57:11Z

 Gambar ilustrasi // Dilema guru ASN di era absensi online


Detikacehnews.id | Opini - Di era teknologi yang semakin maju, absensi manual yang dahulu digunakan untuk mencatat kehadiran Aparatur Sipil Negara (ASN) telah digantikan oleh sistem absensi online seperti finger print (sidik jari) dan face ID. Perubahan ini dianggap sebagai langkah maju dalam upaya meningkatkan kedisiplinan dan transparansi pegawai. Namun, di balik modernitas teknologi tersebut, muncul fenomena yang kerap menjadi bahan diskusi di kalangan para guru ASN: keterlambatan hanya beberapa menit langsung dipotong gaji, sementara bekerja lebih lama dari jam pulang tidak dihitung sebagai lembur.


Penggunaan sistem absensi online, baik finger print maupun face ID, awalnya diperkenalkan untuk memastikan bahwa setiap pegawai datang tepat waktu dan menjalankan kewajibannya sesuai jadwal yang telah ditetapkan. Teknologi ini dianggap mampu menekan tingkat manipulasi absensi yang sebelumnya sering terjadi, baik melalui absensi titipan ataupun laporan fiktif. Pemerintah berharap dengan penerapan teknologi ini, kedisiplinan ASN, termasuk guru-guru di sekolah, dapat lebih terjaga.


Namun, di balik kelebihan sistem ini, muncul sejumlah masalah yang dirasakan langsung oleh para guru. Seorang guru ASN di sebuah sekolah menengah atas mengeluhkan, “Telat 5 menit karena macet atau urusan keluarga, langsung ada pemotongan tunjangan. Tapi kalau kami pulang lebih lambat karena ada pekerjaan tambahan, itu tidak dihitung lembur.”


Kejadian semacam ini bukanlah fenomena yang asing. Dalam satu sisi, ketepatan waktu memang menjadi hal yang sangat ditekankan, namun di sisi lain, kerja tambahan yang dilakukan setelah jam pulang tidak mendapatkan penghargaan yang layak. Kondisi ini menimbulkan rasa ketidakadilan di kalangan guru-guru ASN yang merasa tuntutan pekerjaan semakin berat, namun kesejahteraan dan apresiasi terhadap usaha ekstra mereka semakin menipis.


Salah satu aspek yang paling disorot dalam sistem absensi online adalah ketidakfleksibelan waktu. Dalam banyak kasus, keterlambatan hanya beberapa menit bisa langsung berdampak pada potongan tunjangan kinerja atau gaji. Tidak sedikit guru yang mengeluhkan bahwa mereka harus menghadapi tantangan-tantangan eksternal yang terkadang tidak bisa dihindari, seperti macet di jalan, kondisi cuaca, atau urusan keluarga yang mendesak.


Seorang guru di salah satu sekolah di kota mengungkapkan pengalamannya, “Kami paham bahwa disiplin waktu itu penting, tetapi seharusnya ada kebijakan yang lebih manusiawi. Tidak semua keterlambatan itu karena malas atau tidak disiplin. Kadang ada hal-hal di luar kendali yang membuat kami terlambat beberapa menit, tapi efeknya langsung terasa di gaji kami.”


Pemotongan tunjangan kinerja atau gaji yang diterapkan ini memang dianggap sebagai cara efektif untuk mendisiplinkan pegawai, namun banyak yang merasa bahwa sistem ini terlalu kaku dan tidak mempertimbangkan konteks yang lebih luas. Terlebih lagi, guru sebagai tenaga pendidik kerap kali harus menghadapi situasi tak terduga di sekolah, seperti mempersiapkan kegiatan tambahan atau menghadapi permasalahan siswa yang memerlukan penanganan lebih lama dari waktu yang dijadwalkan.


Fenomena yang sering dialami oleh para guru ASN adalah bekerja lebih lama dari jam pulang tanpa kompensasi lembur. Kegiatan tambahan seperti rapat, persiapan pelajaran, pembinaan siswa, hingga mengelola administrasi sekolah sering kali membutuhkan waktu lebih dari jam kerja yang ditetapkan. Namun, sayangnya, waktu tambahan ini tidak dianggap sebagai jam lembur dan tidak mendapatkan penghargaan berupa honor atau insentif tambahan.


Kami sering kali harus pulang lebih lambat dari yang dijadwalkan. Ada saja pekerjaan yang belum selesai, mulai dari evaluasi hingga kegiatan sekolah. Tapi, waktu yang kami habiskan ini seperti tidak ada nilainya, karena tidak dihitung sebagai lembur,” ujar seorang guru menengah atas yang tidak mau disebutkan namanya.


Kondisi ini menimbulkan kekecewaan yang mendalam bagi para guru. Mereka merasa bahwa tugas yang mereka emban bukan hanya sekadar mengajar, tetapi juga mendidik, mengelola administrasi, dan memberikan bimbingan bagi siswa. Jika semua tanggung jawab ini membutuhkan waktu lebih lama, seharusnya ada apresiasi yang setara.


Sistem absensi online yang diterapkan saat ini memang terlihat efektif dalam mendisiplinkan pegawai. Namun, penerapannya yang serba kaku dan tidak mempertimbangkan dinamika di lapangan justru bisa menjadi bumerang. Guru adalah profesi yang unik, di mana tugas mereka tidak selalu bisa dibatasi oleh jam kerja formal. Banyak guru yang rela mengorbankan waktu pribadi mereka untuk memastikan proses pendidikan berjalan dengan baik.


Dalam pandangan Islam, kerja keras dan usaha yang dilakukan dengan ikhlas selalu dihargai oleh Allah SWT. Sebagaimana yang disebutkan dalam Al-Quran, "Dan katakanlah, bekerjalah kamu, maka Allah akan melihat pekerjaanmu, begitu pula Rasul-Nya dan orang-orang mukmin..." (QS. At-Taubah: 105). Ayat ini menunjukkan pentingnya kerja keras, namun dalam konteks kehidupan manusia, seharusnya setiap usaha juga dihargai secara adil oleh sesama manusia.



Sistem absensi yang hanya berfokus pada ketepatan waktu tanpa mempertimbangkan usaha lebih yang dilakukan oleh pegawai, terutama para guru, bisa dianggap tidak sejalan dengan prinsip keadilan ini. Setiap usaha, baik itu datang tepat waktu atau bekerja melebihi waktu yang ditentukan, seharusnya mendapatkan penghargaan yang sepadan.


Fenomena ketidakadilan ini seharusnya menjadi bahan evaluasi bagi para pengambil kebijakan di pemerintahan, khususnya dalam sektor pendidikan. Sistem absensi online memang perlu diterapkan untuk menjaga kedisiplinan, tetapi harus ada kebijakan yang lebih fleksibel dan adil bagi para guru. Pertimbangan terhadap keterlambatan yang tidak disengaja serta penghargaan terhadap kerja tambahan di luar jam kerja seharusnya dimasukkan dalam kebijakan yang lebih komprehensif.



Guru adalah garda terdepan dalam membentuk generasi penerus bangsa. Mereka tidak hanya bekerja sesuai jadwal formal, tetapi juga memberikan kontribusi ekstra demi keberhasilan siswa-siswi mereka. Jika pengorbanan mereka tidak dihargai dengan semestinya, dikhawatirkan semangat dan motivasi mereka akan menurun, yang pada akhirnya berdampak pada kualitas pendidikan di Indonesia.



Sebagai langkah awal, pemerintah perlu mendengarkan keluhan dari para guru dan mencari solusi yang adil. Kebijakan yang lebih manusiawi, penghargaan terhadap kerja ekstra, serta fleksibilitas dalam absensi bisa menjadi langkah konkret dalam menciptakan suasana kerja yang lebih sehat dan adil bagi para guru ASN.