Detikacehnews.id | Banda Aceh – Pelaksanaan Pekan Olahraga Nasional (PON) XXI/2024 di wilayah Aceh-Sumut kembali menuai sorotan publik. Kali ini, penyediaan konsumsi bagi para atlet dan official menjadi pusat perhatian setelah beredar video yang menunjukkan kondisi nasi kotak yang disediakan untuk para atlet. Penyedia konsumsi, PT Aktifitas Atmosfir, perusahaan katering yang berlokasi di Cilandak Barat, Jakarta, diduga tidak mampu memenuhi standar kualitas makanan yang layak, meski nilai anggaran yang disediakan mencapai Rp 42 miliar lebih.
Publik menyoroti kualitas makanan yang dinilai sangat minim dan tidak sesuai dengan dana yang dianggarkan. Dalam video yang viral di media sosial, tampak isi nasi kotak yang sangat sederhana: hanya berisi sedikit nasi, tumis buncis, dua potongan tempe kecil, satu potong ikan, dan sepotong ayam goreng. Kondisi ini jelas tidak mencerminkan anggaran besar yang digelontorkan untuk penyediaan makanan atlet PON.
Tidak hanya kualitas makanan yang dikeluhkan, namun beberapa kontingen dari berbagai provinsi juga mengungkapkan protes terkait keterlambatan distribusi makanan dan porsi yang tidak mencukupi. Atlet dari Kalimantan Tengah, Banten, Sumatera Utara, Jakarta, Lampung, hingga Jawa Timur mengeluhkan bahwa makanan sering terlambat datang, dan ketika sampai, porsinya tidak mencukupi untuk menunjang kebutuhan energi mereka yang sedang bertanding.
PT Aktifitas Atmosfir yang ditunjuk sebagai pemenang tender oleh Panitia Besar (PB) PON XXI Wilayah Aceh menjadi sasaran kritik publik dan netizen. Perusahaan tersebut dianggap tidak kooperatif dan gagal dalam menjalankan tugasnya menyediakan konsumsi layak bagi para atlet. Kritik ini tak hanya mencoreng nama PT Aktifitas Atmosfir, tetapi juga merusak citra Aceh sebagai tuan rumah di mata kontingen PON dari provinsi lain.
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) juga menyoroti pengadaan konsumsi ini dan mengungkap dugaan adanya mark up atau penggelembungan harga. Berdasarkan data yang dimiliki MaTA, total anggaran untuk konsumsi atlet mencapai Rp 42,371 miliar, yang terbagi dalam dua item belanja, yakni Rp 11,472 miliar untuk snack dan Rp 30,898 miliar untuk nasi kotak atlet. Menurut Koordinator MaTA, Alfian, dengan biaya tersebut, harga per kotak nasi mencapai Rp 50.900, sedangkan harga snack per item Rp 18.900. Alfian menduga adanya mark up harga berdasarkan perbandingan antara kualitas makanan di lapangan dan besarnya anggaran yang dikeluarkan.
“Berdasarkan standar harga di Aceh, satu kotak nasi umumnya hanya dihargai antara Rp 20 ribu hingga Rp 25 ribu, dan snack sekitar Rp 10 ribu. Namun, dalam kontrak ini, harga jauh lebih tinggi, yang mengindikasikan adanya penggelembungan harga,” jelas Alfian.
Ia juga menambahkan bahwa keluhan terkait nasi yang basi dan keterlambatan distribusi semakin memperkuat dugaan mark up yang diduga sudah terjadi sejak proses perencanaan. "Dari perencanaan hingga pelaksanaan, kita melihat potensi adanya praktik mark up yang sangat merugikan," tegasnya.
Selain dugaan mark up, proses penunjukan PT Aktifitas Atmosfir sebagai penyedia konsumsi juga dipertanyakan. Koordinator Transparansi Tender Indonesia (TTI), Nasrudin Bahar, menilai bahwa tender tersebut tidak dilakukan secara transparan. Menurut Nasrudin, seharusnya pengadaan konsumsi yang mencapai Rp 42,5 miliar bisa dipecah menjadi beberapa paket pekerjaan untuk memberikan kesempatan kepada pengusaha lokal Aceh.
"Jika paket konsumsi ini dipecah menjadi 10 atau 20 paket pekerjaan, pengusaha kecil di Aceh akan mendapat lebih banyak kesempatan. Namun, panitia seolah sengaja menggabungkan semua dalam satu paket besar, yang tentu saja mempersulit partisipasi pengusaha lokal,” ujar Nasrudin.
Seiring dengan viralnya isu ini, pihak Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Aceh, bersama Inspektorat Aceh, bergerak cepat menurunkan tim untuk melakukan investigasi di lapangan. Tim ini bertugas melakukan monitoring dan evaluasi (monev) terhadap pengadaan konsumsi atlet dan official di PON XXI Aceh-Sumut 2024. Auditor Ahli Madya BPKP Aceh, Jufridani, mengungkapkan bahwa saat ini pihaknya sedang mengumpulkan bukti terkait dugaan mark up serta kualitas makanan yang tidak layak.
"Kami sedang melakukan monitoring di cabang-cabang olahraga, terutama dalam hal pengelolaan konsumsi atlet. Informasi yang kami kumpulkan akan dijadikan bahan untuk review pertanggungjawaban sebelum pembayaran dilakukan,” jelas Jufridani.
Dia juga menambahkan bahwa proses review ini akan berlanjut hingga PON selesai. "Tim akan terus memantau dan mengumpulkan bukti, dan nantinya hasil investigasi ini akan menjadi acuan untuk langkah selanjutnya," tambahnya.
Dalam konferensi pers yang diadakan di Media Center PON XXI Aceh, Ketua Bidang Konsumsi PB PON Wilayah Aceh, Diaz Furqan, menyatakan bahwa pihaknya akan bekerja sama dengan BPKP dan Inspektorat untuk memastikan bahwa semua permasalahan ini diusut hingga tuntas.
Dengan adanya dugaan mark up dan rendahnya kualitas makanan, publik berharap agar panitia PON, khususnya PB PON Aceh, lebih transparan dalam menjalankan tugasnya. Tidak hanya soal konsumsi, tetapi juga dalam semua aspek penyelenggaraan PON agar tidak mencoreng nama baik Aceh di kancah nasional. Investigasi yang dilakukan BPKP dan Inspektorat Aceh diharapkan bisa mengungkap fakta yang sebenarnya dan memberikan keadilan bagi semua pihak yang terlibat.
Selain itu, masyarakat Aceh juga berharap agar ke depan lebih banyak pengusaha lokal yang dilibatkan dalam proyek-proyek besar seperti ini, sehingga perekonomian daerah dapat terdongkrak dan kepercayaan publik terhadap pemerintah kembali pulih.
PON XXI/2024 diharapkan menjadi momentum untuk memperbaiki berbagai kekurangan, bukan hanya dalam hal pengadaan konsumsi, tetapi juga dalam pelaksanaan secara keseluruhan agar bisa memberikan pengalaman terbaik bagi semua atlet yang bertanding di Aceh.