Detikacehnews.id | Banda Aceh - Serikat Aksi Peduli Aceh (SAPA) menuntut agar Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) secara rutin mulai mempublikasikan Pokok Pikiran (Pokir) anggota dewan mulai tahun depan. Menurut SAPA, langkah ini penting untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas kinerja DPRA, serta membantu masyarakat memahami perbedaan antara program dinas dan Pokir Dewan.
Ketua SAPA, Fauzan Adami, mengatakan bahwa momentum pelantikan anggota Dewan baru harus dimanfaatkan untuk mendorong perubahan yang nyata di Aceh. "Pelantikan Dewan baru menjadi peluang untuk memulai semangat baru dalam mendorong perbaikan di Aceh. Banyak wajah baru di antara mereka, dan kita semua berharap adanya energi segar yang mampu membawa perubahan signifikan," ungkap Fauzan.
Fauzan menegaskan bahwa transparansi dalam pengelolaan Pokir adalah langkah awal yang harus dilakukan oleh DPRA jika ingin mengembalikan kepercayaan publik. Pokir sering kali dianggap abu-abu dan sulit dipisahkan dari program dinas, sehingga menyulitkan publik dalam memahami mana program yang benar-benar berasal dari aspirasi masyarakat melalui anggota dewan, dan mana yang merupakan program pemerintah.
"Selama ini, Pokir dewan terlihat tidak jelas. Hal ini membuka ruang untuk potensi penyelewengan anggaran dan penyalahgunaan kewenangan. Oleh karena itu, kami mendesak agar DPRA mempublikasikan Pokir secara terbuka setiap tahun, agar masyarakat bisa memantau dan memastikan bahwa program tersebut benar-benar untuk kepentingan publik, bukan kelompok tertentu saja," tambah Fauzan.
Lebih lanjut, Fauzan menilai bahwa jika DPRA mempublikasikan Pokir secara terbuka, Aceh akan menjadi daerah percontohan dalam transparansi legislasi. “Aceh harus bisa menjadi daerah pelopor dalam hal keterbukaan informasi publik, terutama dalam pengelolaan aspirasi masyarakat dan penganggaran program-program pemerintah. DPRA bisa menjadi contoh bagi daerah lain dalam mengimplementasikan prinsip tata kelola pemerintahan yang baik,” tegasnya.
SAPA juga mendesak DPRA untuk membuat peraturan daerah (Qanun) khusus yang mengatur tentang publikasi Pokir dewan. “Dengan adanya Qanun ini, usulan dari dewan harus dipublikasikan mulai dari proses pengusulan hingga pelaksanaannya. Ini akan memungkinkan masyarakat menilai apakah Pokir yang diajukan berdampak positif bagi kesejahteraan rakyat Aceh, atau hanya untuk kepentingan segelintir orang,” ujar Fauzan.
Langkah ini, menurut Fauzan, juga sejalan dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Undang-undang tersebut mewajibkan setiap badan publik untuk menyediakan informasi terkait kepentingan masyarakat secara transparan dan mudah diakses. Dalam konteks DPRA, hal ini termasuk penggunaan anggaran, penyusunan program, dan pelaksanaannya.
“Transparansi adalah pilar utama dalam membangun kepercayaan publik. Publikasi Pokir dewan akan meningkatkan akuntabilitas mereka, sekaligus menjadi langkah awal dalam mencegah penyalahgunaan kekuasaan. Kami dari SAPA berharap agar DPRA berani menunjukkan komitmennya terhadap keterbukaan ini,” lanjutnya.
Menurut SAPA, publikasi Pokir ini tidak hanya akan menjadi alat kontrol bagi anggota dewan agar tetap fokus pada kepentingan masyarakat, tetapi juga akan menjadikan Aceh sebagai pionir transparansi legislatif di Indonesia. "DPRA harus mampu menjaga integritas lembaganya dengan mengedepankan transparansi, salah satunya dengan mempublikasikan Pokir. Jika Aceh mampu mewujudkan ini, kita akan dikenal sebagai daerah yang serius menerapkan prinsip keterbukaan informasi publik dan pencegahan penyalahgunaan kekuasaan," tegas Fauzan.
Fauzan mengingatkan bahwa Pokir yang tidak dipublikasikan rawan menjadi alat politik bagi sebagian pihak. Menurutnya, publikasi Pokir akan mencegah anggota dewan menggunakan aspirasi masyarakat untuk kepentingan pribadi atau kelompok tertentu. "Jangan sampai aspirasi masyarakat yang dititipkan melalui Pokir hanya menjadi alat politik. DPRA harus berani membuat aturan yang jelas agar tidak ada lagi ruang bagi anggota dewan untuk bermain-main dengan program yang seharusnya berpihak pada rakyat," tuturnya.
Ia juga menambahkan bahwa publikasi Pokir merupakan tanggung jawab moral para anggota dewan untuk menjaga kepercayaan masyarakat. "Ini bukan hanya soal kewajiban hukum, tapi juga soal tanggung jawab moral untuk memastikan bahwa setiap program yang diusulkan benar-benar memberikan manfaat bagi seluruh rakyat Aceh," pungkas Fauzan.
Sebagai penutup, Fauzan berharap agar DPRA dapat mewujudkan komitmen terhadap keterbukaan informasi publik mulai tahun depan. Menurutnya, publikasi Pokir bukan hanya menjadi kewajiban legislatif, tetapi juga bentuk nyata dari komitmen DPRA dalam menjaga kepercayaan masyarakat dan mendorong transparansi dalam pengelolaan program dan anggaran.
"Kami berharap mulai tahun depan DPRA bisa mewujudkan ini dan membuktikan komitmen mereka terhadap keterbukaan informasi publik. Hal ini penting untuk menjaga kepercayaan masyarakat dan memastikan bahwa setiap program yang diusulkan anggota dewan benar-benar bermanfaat bagi seluruh masyarakat Aceh," tutup Ketua SAPA Fauzan Adami.
Publikasi Pokir anggota dewan menjadi ujian nyata bagi DPRA dalam mewujudkan komitmen mereka terhadap transparansi dan tata kelola pemerintahan yang baik. Jika langkah ini berhasil diterapkan, Aceh akan menjadi pelopor transparansi legislatif yang patut dicontoh oleh daerah-daerah lain di Indonesia.