Detikacehnews.id | Banda Aceh - Ketua Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (APDESI) Aceh, Muksalmina Asgara, secara tegas menyatakan dukungan penuh terhadap inisiatif yang diusulkan oleh Serikat Aksi Peduli Aceh (SAPA) terkait alih kelola distribusi gas elpiji 3 kg ke Badan Usaha Milik Gampong (BUMG). Langkah ini, menurut Muksalmina, merupakan solusi efektif dalam menghadapi persoalan kelangkaan gas yang kerap dikeluhkan masyarakat Aceh, terutama di momen-momen penting seperti peringatan Maulid Nabi.
“Kami menyambut baik inisiatif dari SAPA ini. Sudah saatnya Pemerintah Aceh, baik Pj Gubernur maupun DPRA, mengambil tindakan nyata untuk menyusun regulasi yang memungkinkan pangkalan gas elpiji 3 kg dikelola langsung oleh BUMG di setiap desa,” ujar Muksalmina. Ia menambahkan bahwa dengan pengelolaan oleh BUMG, distribusi gas elpiji akan lebih transparan, terkontrol, dan sesuai dengan Harga Eceran Tertinggi (HET).
Selama ini, distribusi gas elpiji di Aceh kerap diwarnai oleh praktik yang merugikan masyarakat. Kelangkaan yang berulang kali terjadi, terutama pada saat-saat tertentu, membuat harga gas melonjak di atas ketentuan. Bahkan, di beberapa daerah, warga harus membayar harga jauh lebih mahal untuk mendapatkan elpiji, meskipun pasokan tersedia.
Muksalmina menegaskan bahwa sistem distribusi yang saat ini berjalan tidak mampu mengatasi masalah ini secara menyeluruh. "Dengan pengalihan distribusi ke BUMG, desa dapat lebih mengontrol pasokan gas elpiji di wilayahnya. Ini juga akan mencegah permainan harga dan kelangkaan yang merugikan masyarakat," jelasnya.
Selain itu, pengelolaan oleh BUMG juga diyakini dapat menjadi sumber peningkatan Pendapatan Asli Gampong (PAG), yang pada akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat di tingkat desa. "Jika setiap desa memiliki pangkalan gas elpiji sendiri, pendapatan desa juga akan bertambah. Ini adalah solusi yang tidak hanya mengatasi masalah kelangkaan, tetapi juga mendorong pertumbuhan ekonomi desa," tambah Muksalmina.
Sistem distribusi gas yang dikelola oleh BUMG juga dipandang sebagai cara yang lebih akurat untuk memastikan bahwa subsidi gas elpiji tepat sasaran. Saat ini, banyak warga yang tidak memenuhi syarat justru menerima gas bersubsidi, sementara mereka yang benar-benar membutuhkan sering kesulitan mendapatkan pasokan. Dengan pengawasan langsung oleh desa melalui BUMG, masalah penyelewengan ini dapat diminimalisir.
"BUMG akan memiliki data yang jelas tentang siapa saja yang berhak menerima subsidi. Dengan demikian, penyaluran gas elpiji 3 kg dapat dipantau secara ketat, sehingga gas benar-benar sampai kepada masyarakat yang membutuhkan,” kata Muksalmina.
Selain memastikan distribusi yang tepat sasaran, BUMG juga bisa lebih responsif terhadap kebutuhan masyarakat di lingkungannya. Warga dapat lebih mudah mengakses pangkalan gas di desanya sendiri, sehingga tidak perlu lagi khawatir kehabisan stok atau membayar harga yang tidak wajar.
Ketua APDESI Aceh ini berharap agar Pj Gubernur Aceh dan DPRA segera menindaklanjuti usulan ini dengan langkah konkret. Menurutnya, regulasi yang mengikat sangat diperlukan agar kebijakan ini dapat diimplementasikan di seluruh Aceh. "Kami mendesak Pj Gubernur Aceh untuk segera membuat peraturan yang memungkinkan setiap desa memiliki pangkalan gas elpiji yang dikelola BUMG. Ini adalah langkah besar yang akan membawa perubahan nyata dalam sistem distribusi gas di Aceh,” tegas Muksalmina.
Pernyataan serupa sebelumnya juga datang dari Ketua SAPA, Fauzan Adami, yang menyerukan pemerintah Aceh untuk segera mengalihkan distribusi gas elpiji ke BUMG sebagai upaya menciptakan sistem yang lebih adil dan transparan. Menurut Fauzan, peran desa dalam distribusi gas akan meningkatkan akuntabilitas dan mencegah terjadinya penyelewengan, seperti yang selama ini terjadi.
“Pengalihan ini bukan hanya solusi jangka pendek, tapi juga jangka panjang. Dengan melibatkan desa dalam pengelolaan, distribusi gas di Aceh akan lebih tertata dan terhindar dari penyimpangan,” jelas Fauzan.
Dengan dukungan dari APDESI dan SAPA, rencana pengalihan distribusi gas elpiji ke BUMG tampaknya semakin mendapatkan momentum. Jika pemerintah segera mengesahkan regulasi yang dibutuhkan, maka Aceh akan menjadi daerah pertama di Indonesia yang mengalihkan pengelolaan distribusi gas ke desa-desa. Hal ini diharapkan dapat menjadi contoh bagi daerah-daerah lain yang menghadapi masalah serupa.
Muksalmina mengakhiri pernyataannya dengan harapan bahwa kebijakan ini dapat menjadi titik awal perubahan besar dalam pengelolaan sumber daya di Aceh. "Saatnya Aceh punya sistem distribusi gas yang lebih adil, transparan, dan menyejahterakan masyarakat desa," pungkasnya.
Sementara itu, warga desa di Aceh menyambut baik gagasan ini. Mereka berharap, dengan adanya pangkalan gas di setiap desa yang dikelola oleh BUMG, kebutuhan mereka akan gas elpiji dapat terpenuhi dengan lebih baik dan harga yang terjangkau.
Pj Gubernur Aceh dan DPRA kini berada di posisi kunci untuk menentukan masa depan distribusi gas di Aceh. Masyarakat berharap langkah konkret segera diambil untuk mengakhiri masalah kelangkaan gas yang telah berlangsung selama bertahun-tahun.