Notification

×

Iklan

Iklan

Tag Terpopuler

SAPA Desak DPRA Usut Tuntas Dana CSR Bank Aceh Syariah

Senin, 14 Oktober 2024 | 13:26 WIB Last Updated 2024-10-14T06:26:13Z

Ketua Serikat Aksi Peduli Aceh (SAPA), Fauzan Adami


Detikacehnews.id | Banda Aceh - Ketua Serikat Aksi Peduli Aceh (SAPA), Fauzan Adami, kembali menyoroti penggunaan dana Corporate Social Responsibility (CSR) Bank Aceh Syariah dan mendesak Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) untuk serius mengusut aliran dana tersebut. Menurut Fauzan, fungsi pengawasan DPRA harus dijalankan dengan maksimal demi menghindari kekecewaan masyarakat yang kerap terjadi pada masa lalu.


Dalam pernyataannya kepada media detikacehnews.id Senin (14/10/2024), Fauzan mengungkapkan kekecewaannya atas kinerja tim Panitia Khusus (Pansus) sebelumnya yang dianggap tidak menyentuh inti persoalan terkait dana CSR Bank Aceh. “Kami sangat kecewa dengan Pansus yang lalu. Mereka hanya fokus pada isu jabatan direktur, sementara persoalan yang lebih mendasar, yaitu dana CSR, diabaikan. Laporan akhir Pansus tidak memuat hal penting terkait pengelolaan dana CSR, yang seharusnya menjadi prioritas utama. Ini jelas menjadi tanda tanya besar,” ujarnya.


Fauzan menyatakan bahwa DPRA memiliki tanggung jawab besar untuk mengawasi pengelolaan dana CSR secara transparan dan akuntabel. Menurutnya, dana CSR Bank Aceh bukanlah milik pejabat atau segelintir elit, melainkan hak masyarakat Aceh yang harus digunakan untuk kepentingan publik. “Dana CSR ini menyangkut hajat hidup orang banyak. Jika ada penyalahgunaan atau alokasi yang tidak sesuai peruntukan, rakyat berhak mengetahui dan menuntut pertanggungjawaban,” tegas Fauzan.


Fauzan menjelaskan bahwa saham Bank Aceh berasal dari Anggaran Pendapatan Belanja Aceh (APBA), sehingga keuntungan yang diperoleh bank tersebut merupakan bagian dari hak rakyat Aceh. Oleh karena itu, penggunaan dana CSR dari keuntungan Bank Aceh harus kembali kepada masyarakat dalam bentuk program-program yang bermanfaat, bukan sekadar catatan angka di atas kertas.


Bayangkan, dari keuntungan ratusan miliar yang diperoleh Bank Aceh setiap tahun, dana CSR yang dialokasikan hanya sekitar 2,5 persen, atau setara dengan Rp10 miliar. Jumlah ini sangat kecil, terutama jika dilihat dari potensi yang ada. Kami ingin tahu, kemana dana tersebut digunakan selama 10 tahun terakhir? Apakah benar digunakan untuk kepentingan masyarakat, atau justru dialihkan ke hal-hal yang tidak transparan?” ungkap Fauzan dengan nada penuh keprihatinan.


SAPA menegaskan bahwa transparansi dalam pengelolaan dana CSR sangat penting, terutama karena dana ini terkait langsung dengan kebutuhan masyarakat di berbagai sektor, seperti pendidikan, kesehatan, dan pengembangan ekonomi. Fauzan mendesak DPRA untuk tidak hanya berhenti pada janji-janji, melainkan harus menunjukkan keberanian dalam mengungkap fakta dan aliran dana CSR yang selama ini kurang terpantau.


Kita butuh kejelasan mengenai alokasi dana ini. Apakah benar dana CSR digunakan untuk membantu masyarakat yang membutuhkan, atau ada penyimpangan? DPRA harus bertindak cepat, jangan sampai kasus ini dibiarkan mengambang seperti yang sudah-sudah. Jika ditemukan penyalahgunaan, maka DPRA wajib mendorong agar hal ini ditindaklanjuti oleh aparat penegak hukum, sehingga tidak ada lagi celah untuk korupsi,” jelas Fauzan.



Selain itu, Fauzan juga menyoroti peran lembaga keuangan seperti Bank Aceh dalam memastikan bahwa dana CSR yang mereka kelola benar-benar dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. “Dana CSR bukan sekadar formalitas atau syarat hukum. Dana ini harus benar-benar digunakan untuk kepentingan rakyat, bukan untuk memperkaya segelintir pihak. Jika dana ini dikelola dengan benar, Aceh bisa maju dalam bidang pendidikan, kesehatan, dan ekonomi,” tambahnya.



Fauzan, yang dikenal sebagai putra Bireuen, juga menegaskan bahwa SAPA akan terus mengawal isu ini hingga tuntas. “Kami akan mengawasi langkah-langkah DPRA. Jangan sampai mereka mengulangi kesalahan masa lalu, di mana rakyat kecewa dengan kinerja lembaga legislatif. DPRA kali ini harus bekerja dengan sungguh-sungguh untuk rakyat. Kami tunggu bukti konkret dari keseriusan mereka,” tegasnya.



Tekanan dari kelompok masyarakat seperti SAPA menunjukkan bahwa publik Aceh semakin kritis terhadap penggunaan dana publik, khususnya CSR, yang selama ini dinilai kurang transparan. Fauzan berharap kasus ini menjadi momentum bagi DPRA untuk memperbaiki citra dan kinerjanya dalam mengawasi kebijakan yang terkait langsung dengan kesejahteraan rakyat.



Kita butuh pemimpin dan lembaga yang berpihak pada rakyat. Ini bukan hanya soal angka atau laporan, tapi soal keadilan bagi masyarakat Aceh. Dana CSR yang dialokasikan harus benar-benar digunakan untuk membantu rakyat, bukan malah diselewengkan untuk kepentingan segelintir elit,” tutup Fauzan.



Dengan pernyataan tegasnya, SAPA berharap DPRA segera membentuk tim yang lebih serius dan independen untuk mengusut penggunaan dana CSR Bank Aceh Syariah. Jika pengawasan ini dijalankan dengan baik, bukan tidak mungkin transparansi pengelolaan dana publik di Aceh akan semakin baik di masa mendatang, demi kepentingan rakyat yang lebih luas.