Gambar ilustrasi siswa SMP/MTs sedang mengikuti Ujian Nasional.
Detikacehnews.id | Jakarta - Dalam momentum peringatan Hari Guru Nasional (HGN) 2024 yang digelar secara daring, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen), Prof. Dr. Abdul Mu’ti, mengumumkan wacana kembalinya Ujian Nasional (UN). Hal ini sontak menjadi perhatian publik, memicu diskusi hangat tentang masa depan sistem evaluasi pendidikan di Indonesia.
Dalam pidatonya, Prof. Abdul Mu’ti menyampaikan bahwa kajian alternatif terkait pelaksanaan UN telah mencapai tahap akhir. “Kajian alternatif Ujian Nasional sudah mencapai 95 persen,” ungkapnya. Kajian ini mencakup berbagai aspek, mulai dari format soal, materi yang diujikan, hingga dampaknya terhadap siswa dan sekolah.
Menurutnya, pemerintah sedang merancang format UN yang lebih relevan dengan kurikulum saat ini. “Kami memastikan bahwa UN yang baru tidak hanya berfungsi sebagai alat evaluasi, tetapi juga mendorong pembelajaran yang lebih bermakna,” jelasnya.
Prof. Mu’ti juga menambahkan bahwa pemerintah berencana melibatkan berbagai pemangku kepentingan dalam penyempurnaan konsep ini. “Kami akan melibatkan para ahli pendidikan, guru, siswa, dan orang tua dalam proses pengambilan keputusan,” tegasnya.
Selain membahas UN, Prof. Mu’ti juga menyinggung evaluasi sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB). Kajian mengenai PPDB telah selesai, dan hasilnya diharapkan dapat mengatasi permasalahan yang selama ini dikeluhkan, seperti ketidakadilan zonasi dan kurangnya transparansi dalam proses seleksi.
“Kami berkomitmen untuk menciptakan sistem PPDB yang lebih adil dan transparan, sehingga tidak ada lagi siswa yang merasa dirugikan,” katanya. Dengan perbaikan ini, sistem PPDB diharapkan mampu mendukung pemerataan kualitas pendidikan di seluruh wilayah Indonesia.
Wacana kembalinya UN memunculkan beragam pandangan di tengah masyarakat. Sebagian pihak menilai bahwa UN dapat menjadi tolok ukur kualitas pendidikan di berbagai daerah, memberikan gambaran menyeluruh tentang pencapaian pendidikan nasional. Namun, di sisi lain, ada kekhawatiran bahwa UN akan kembali meningkatkan beban belajar siswa, terutama di tengah tantangan pembelajaran pasca-pandemi.
Prof. Mu’ti menyadari kekhawatiran ini dan memastikan bahwa pemerintah akan mengkaji dampak kebijakan ini secara menyeluruh. “Kami tidak ingin UN menjadi beban bagi siswa, melainkan alat untuk memotivasi mereka belajar dengan lebih baik,” ujarnya.
Jika semua berjalan sesuai rencana, UN akan mulai diterapkan kembali pada tahun ajaran 2025/2026. Prof. Mu’ti menegaskan bahwa pelaksanaan UN yang baru akan mempertimbangkan beberapa prinsip utama, yaitu:
- Format Soal yang Relevan: Soal UN akan dirancang untuk mengukur kemampuan siswa secara komprehensif, sesuai dengan kurikulum yang berlaku.
- Beban Belajar yang Proporsional: Pemerintah akan memastikan bahwa UN tidak membebani siswa dengan tugas tambahan yang berlebihan.
- Keadilan: Sistem pelaksanaan UN harus dirancang sedemikian rupa sehingga memberikan kesempatan yang sama bagi semua siswa, tanpa terkecuali.
Sebagai bangsa yang tengah bertransformasi menjadi negara maju, peningkatan kualitas sumber daya manusia melalui sistem pendidikan yang baik adalah sebuah keniscayaan. Dengan reformasi kebijakan seperti ini, diharapkan Indonesia mampu mencetak generasi emas yang tidak hanya unggul dalam akademik, tetapi juga berdaya saing global.
Semoga langkah ini menjadi awal baru bagi dunia pendidikan, mengantarkan Indonesia menuju masa depan yang lebih cerah.