Penulis: Kepala Dinas Dayah Bireuen, Anwar, S.Ag, M.A.P // Editor: Elga Safitri.
Detikacehnews.id | Opini - Bireuen tidak bisa lagi berdiam diri di persimpangan waktu. Warisan pendidikan Islam yang kaya, letak strategis, dan budaya keagamaan yang kuat adalah aset berharga. Namun, tanpa perubahan yang terarah, semua itu bisa terkikis oleh arus modernisasi yang tak terelakkan. Menjadikan Bireuen sebagai Kota Santri bukan sekadar pilihan, melainkan sebuah keharusan. Urgensi perubahan ini lahir dari tantangan zaman dan harapan besar yang bisa kita wujudkan bersama.
1. Menyelamatkan Pendidikan Islam dari Kemunduran
Pendidikan Islam di Bireuen berada di titik kritis. Dayah benteng ilmu dan akhlak selama berabad-abad kini menghadapi tantangan besar: keterbatasan dana, fasilitas yang kurang memadai, serta minimnya tenaga pengajar yang berkualitas. Di sisi lain, generasi muda semakin teralihkan oleh dunia digital dan peluang di luar dayah, meninggalkan tradisi belajar kitab kuning dan menghafal Al-Qur’an.
Tanpa langkah nyata untuk menghidupkan kembali dayah dan menyesuaikannya dengan perkembangan zaman, kita berisiko kehilangan identitas yang telah diwariskan oleh para ulama terdahulu. Kota Santri adalah solusi untuk memastikan pendidikan Islam tetap relevan, bukan sekadar peninggalan sejarah, tetapi sebagai kekuatan yang membentuk masa depan.
2. Menyatukan Potensi yang Tercecer
Bireuen memiliki kekuatan besar: santri yang tekun, ulama yang bijaksana, serta masyarakat yang religius. Namun, selama ini potensi tersebut berjalan sendiri-sendiri. Pemerintah sibuk dengan pembangunan fisik, dayah fokus pada pendidikan internal, sementara masyarakat belum sepenuhnya terlibat dalam visi besar ini.
Tanpa sebuah konsep yang menyatukan, potensi ini hanya akan terpendam, tidak pernah menjadi energi kolektif yang mampu mendorong Bireuen maju. Kota Santri adalah wadah yang akan menyinergikan semua elemen: pendidikan, ekonomi, budaya, hingga teknologi, sehingga membentuk kekuatan bersama dalam membangun peradaban yang lebih baik.
3. Menyesuaikan Diri dengan Perkembangan Zaman
Dunia berubah dengan cepat, dan Bireuen tidak boleh tertinggal. Globalisasi menghadirkan peluang sekaligus tantangan. Santri Bireuen hari ini tidak hanya bersaing dengan teman sebangku di dayah, tetapi juga dengan pemuda dari berbagai belahan dunia yang memiliki akses luas terhadap teknologi, informasi, dan keterampilan modern.
Jika Bireuen tidak segera bergerak membekali santrinya dengan ilmu agama yang kokoh sekaligus keterampilan kekinian seperti wirausaha, literasi digital, dan kepemimpinan maka mereka akan kehilangan daya saing. Kota Santri bukan hanya tentang mempertahankan nilai-nilai lama, tetapi juga tentang membentuk santri yang siap menghadapi tantangan dunia, baik di tingkat lokal maupun global.
4. Mewujudkan Keadilan Sosial
Bireuen masih menghadapi berbagai persoalan sosial: kemiskinan, pengangguran, serta ketimpangan akses pendidikan. Dayah, yang seharusnya menjadi solusi, sering kali tidak mampu menjangkau anak-anak dari keluarga kurang mampu akibat keterbatasan sumber daya.
Menjadikan Bireuen sebagai Kota Santri membuka peluang bagi setiap anak, tanpa memandang latar belakang ekonomi, untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Lebih dari itu, konsep ini juga mendorong terbentuknya ekonomi berbasis dayah, yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Ini adalah wujud nyata dari keadilan sosial, sebagaimana yang diajarkan dalam Islam.
5. Menjadikan Bireuen Sebagai Teladan
Aceh dikenal sebagai Serambi Makkah, dan Bireuen memiliki potensi besar untuk menjadi salah satu pilarnya. Kota ini dapat menjadi contoh bahwa pendidikan Islam dapat berjalan seiring dengan kemajuan zaman. Jika berhasil, Bireuen tidak hanya akan menginspirasi kabupaten lain di Aceh, tetapi juga daerah-daerah di Indonesia yang ingin mengintegrasikan nilai agama dalam pembangunan modern.
Namun, kesempatan ini tidak akan menunggu selamanya. Jika kita tidak segera bertindak, Bireuen berisiko menjadi sekadar nama di peta, tanpa cerita baru yang membanggakan.
Inilah urgensinya, Bireuen harus berubah karena waktu tidak berpihak pada mereka yang diam.
Kota Santri bukan hanya tentang menyelamatkan warisan, tetapi juga tentang menyatukan potensi, menghadapi tantangan global, mewujudkan keadilan, dan mengukir sejarah baru.
Pertanyaannya bukan lagi "Mengapa?", tetapi "Bagaimana caranya?"
Dan itu adalah tugas kita bersama. Kalau bukan sekarang, kapan lagi? Kalau bukan kita, siapa lagi?