Notification

×

Iklan

Iklan


Tag Terpopuler

Malu Disebut Serambi Mekkah, Tapi Lembaga Zakat Tak Dipercaya? Ini Solusinya!

Minggu, 06 April 2025 | 20:29 WIB Last Updated 2025-04-06T13:29:05Z

Penulis: Rizki Dasilva // Editor: Elga Safitri

Detikacehnews.id | Bireuen - Aceh, dikenal sebagai Serambi Mekkah, adalah daerah yang memiliki kekhususan dalam menerapkan syariat Islam. Salah satu instrumen penting dalam syariat itu adalah zakat. Namun ironisnya, hingga kini masih banyak masyarakat yang enggan menyalurkan zakat melalui lembaga resmi seperti Baitul Mal.


Alasannya? Kurangnya kepercayaan. Banyak yang khawatir zakat mereka tidak sampai kepada mustahik yang berhak, atau dikelola dengan cara yang tidak tepat sasaran. Padahal, jika dikelola secara profesional dan transparan, potensi zakat sangat besar untuk mengentaskan kemiskinan, khususnya di Kabupaten Bireuen.


Apa akar masalahnya?
Transparansi. Masyarakat ingin tahu: ke mana zakat mereka disalurkan? Siapa penerimanya? Untuk apa digunakan? Sayangnya, laporan keuangan seringkali tidak mudah diakses, kurang detail, atau bahkan tidak tersedia secara publik. Ditambah lagi, birokrasi yang rumit membuat sebagian orang lebih nyaman menyalurkan zakat secara langsung ke tetangga, masjid, atau orang yang mereka kenal. Meskipun niatnya baik, cara ini membuat zakat tidak terdata dan dampaknya menjadi terbatas.


Sebagai daerah yang menjunjung tinggi nilai-nilai Islam, seharusnya kita merasa malu bila kepercayaan umat terhadap lembaga zakat rendah. Ini bukan hanya persoalan administrasi, tapi juga cerminan integritas dan amanah kita bersama.
 

Lalu, apa solusinya?
  1. Transparansi Digital: Baitul Mal harus menghadirkan laporan keuangan real-time yang dapat diakses publik, baik melalui website resmi maupun aplikasi. Data seperti jumlah zakat terkumpul, jenis program, lokasi penyaluran, hingga penerima manfaat harus disajikan secara terbuka dan berkala.
  2. Kolaborasi dengan Tokoh Masyarakat: Libatkan ulama, tokoh adat, dan akademisi dalam dewan pengawas. Ini penting agar masyarakat merasa yakin bahwa pengelolaan zakat diawasi oleh pihak yang amanah dan dihormati.
  3. Digitalisasi Pembayaran: Permudah pembayaran zakat dengan QRIS, mobile banking, atau dompet digital. Sertai dengan edukasi publik mengenai manfaat zakat terlembaga yang lebih masif dan berkelanjutan.

Jika kepercayaan masyarakat berhasil dibangun, zakat bisa menjadi kekuatan ekonomi daerah. Dana yang terkumpul dapat difokuskan pada program jangka panjang seperti beasiswa anak yatim, modal usaha mikro, pelatihan keterampilan, hingga layanan kesehatan bagi keluarga dhuafa.


Dengan tata kelola yang transparan, inovasi pelayanan, serta partisipasi masyarakat, maka zakat bukan hanya menjadi kewajiban individu, tetapi juga gerakan sosial yang membangun kesejahteraan bersama.


Sebagaimana pepatah Aceh mengatakan:
"Menyoe jeut tapeulaku, boh labu jeut keu asoe kaya. Menyoe hana ta tuoh pelaku, aneuk teungku jeut keu beulaga."
Jika kita mampu menjalankan peran dengan benar, yang kecil bisa menjadi besar. Tapi jika kita gagal, yang mulia pun bisa kehilangan arah.