Penulis: M. Iqbal Nurhadi, S.Sos., Mahasiswa Pascasarjana IAIN Lhokseumawe // Editor: Elga Safitri.
Detikacehnews.id | Opini - Belakangan ini, perhatian publik tersita oleh perbincangan di media sosial terkait wacana pergantian Sekretaris Jenderal (Sekjen) Dewan Pimpinan Pusat Partai Aceh (DPP-PA), menyusul wafatnya Kamaruddin Abubakar (Abu Razak) di Tanah Suci pada bulan Ramadhan lalu.
Kekosongan posisi strategis yang ditinggalkan Abu Razak kini menjadi isu hangat di kalangan internal dan eksternal partai. Muncul dua nama sebagai calon pengganti, yakni Aiyub Abbas (Abuwa Muda) yang dikabarkan mendapat rekomendasi dari Tgk. Malik Mahmud Al-Haytar selaku Tuha Peut Partai Aceh, serta Zulfadhli (Abang Samalanga) yang disebut-sebut kembali ditunjuk oleh Muzakkir Manaf (Mualem) sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Sekjen.
Sikap ambigu yang ditunjukkan Partai Aceh dalam menentukan Sekjen definitif menandakan adanya persoalan mendasar, yakni krisis figur pemersatu pasca kepergian Abu Razak. Sebagai partai lokal terbesar di Aceh yang saat ini memegang kendali legislatif dan eksekutif sekaligus, gesekan di internal partai menjadi sesuatu yang tak terhindarkan. Untuk itu, keberadaan seorang Sekjen yang mampu menjembatani dinamika internal menjadi sangat krusial.
Penunjukan Sekjen definitif idealnya dilakukan dengan mengacu pada mekanisme yang tertuang dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) partai. Kepatuhan terhadap konstitusi partai adalah kunci untuk menjaga marwah dan soliditas Partai Aceh. Harapannya, Sekjen yang terpilih benar-benar mencerminkan kebutuhan kolektif partai, bukan hanya mewakili kepentingan kelompok tertentu.
Situasi ini menjadi refleksi penting bagi Mualem sebagai Ketua Umum untuk menjawab kegelisahan kader dan simpatisan terkait sosok yang akan menggantikan peran sentral Abu Razak. Diperlukan figur Sekjen yang mampu meredam ego sektoral dan menyatukan berbagai kepentingan yang ada di tubuh partai.
Dalam proses pengambilan keputusan, prinsip musyawarah harus dikedepankan guna mengakomodasi aspirasi seluruh kader. Lebih dari itu, Sekjen ke depan juga diharapkan mampu menjalankan kaderisasi secara berkelanjutan demi memastikan keberlangsungan estafet politik lokal di Aceh.